KH Akhmad Dahlan,
seorang ulama besar Indonesia, tokoh pembaru praktek keagamaan di Indonesia dan
pendiri Pendiri Muhammadiyah 1912
Muhammadiyah.
Penerobos tradisi-tradisi lama dalam praktek agama Islam. Membetulkan arah
kiblat masjid-masjid di Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)
Yogyakarta, dan
penggagas pelajaran pengetahuan umum masuk sekolah-sekolah agama. Memurnikan
agama Islam dari percampuran dengan agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme,
dan kejawen. Sempat dituduh sebagai kyai palsu dan diancam dibunuh oleh um'mat
yang belum setuju dengan pembaruan yang diajarkannya. Ia juga pernah dituduh
sebagai orang yang menyesatkan karena berani mengajarkan pengetahuan umum di
sekolah agama.
Ia menjadi anggota
Boedi Oetomo dan aktif mengajar tokoh-tokoh nasionalis di dalamnya yang
kemudian berperan sangat besar dalam sejarah kebangkitan nasional abad 20-an.
Kini, pembaruan yang diajarkannya telah diakui oleh hampir seluruh umat muslim
di Tanah Air maupun dunia. Namanya pun begitu harum dan tidak akan termakan
zaman.
Awal abad
duapuluh, boleh dikatakan kehidupan beragama umat Islam Indonesia sedang dalam
keadaan mundur. Di antara um'mat tidak ada persatuan sehingga um'mat menjadi
lemah. Begitu juga dengan ajaran agama, banyak sekali dipengaruhi oleh hal-hal
berbau mistik. Melihat keadaan demikian, KH Akhmad Dahlan merasa prihatin.
Dalam benaknya, beliau berkesimpulan bahwa untuk memajukan umat Islam di Indonesia
harus dilakukan pembaruan di bidang praktik keagamaan. Pembaruan itu sendiri
harus dimulai dengan cara mengadakan perbaikan di bidang kemasyarakatan.
Kyai Dahlan
kemudian merealisasikan rencananya tapi dengan cara yang cukup berbeda dari
para ulama umumnya. Jika ulama lain dalam melakukan pendidikan biasanya melalui
pondok pesantren atau kitab karangannya, namun KH Pendiri Muhammadiyah 1912
Ahmad Dahlan
melakukannya melalui sebuah organisasi.
Kiai kelahiran
Kauman, Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)
Yogyakarta yang
awalnya bekerja sebagai ketib (khatib) keraton Wakil Presiden Republik
Indonesia (1972-1978)
Yogyakarta, ini
memperhatikan arah kiblat di masjid keraton dan Yogyakarta umumnya tidak benar.
Maka pertama-tama, beliau berusaha membetulkan arah kiblat di Masjid Sultan di
Keraton Yogyakarta ke arah yang sebenarnya yaitu dari yang sebelumnya mengarah
ke Barat menjadi ke Barat Laut, namun ketika itu pihak keraton menolak.
Kecewa pada pihak
keraton yang tidak membolehkannya membetulkan kiblat di masjid keraton
tersebut, Kiai Dahlan ingin meninggalkan kota kelahirannya tersebut, tetapi
salah seorang keluarganya menghalangi niatnya itu dengan membangun mushala
lain. Di situlah beliau dapat mengajarkan dan mempraktekkan ajaran agama serta
keyakinannya.
Upaya membetulkan
arah kiblat terus dilakukan. Di masjid besar Yogyakarta, beliau membuat
garis-garis saf menurut yang semestinya. Namun masyarakat ketika itu menjadi
gempar dan marah. Garis-garis saf yang dibuatnya itu sempat dihapus orang
bahkan surau miliknya dibongkar.
Bersama
kawan-kawannya, beliau juga memperbaiki kondisi higienis di daerah Kauman. Ia
ingin membersihkan umat Islam secara fisik maupun mental spiritual.
Dengan maksud
mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo - organisasi
yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan
pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota.
Pelajaran yang
diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para
anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri
yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional
yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia.
Saran itu kemudian
ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi
nama Pendiri Muhammadiyah 1912
Muhammadiyah pada
18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang
kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha
memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Bagi Kiai Dahlan,
Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan
panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau mengajarkan
kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya
pandai membaca ataupun melagukan Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna
yang ada di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan
sesuai dengan yang diharapkan Qur'an itu sendiri.
Menurut
pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari
kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan
suatu dogma yang mati.
Di bidang
pendidikan, Kiai Dahlan lantas mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman
itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya
lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum.
Maka Kiai Dahlan
mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum
serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Pendiri Muhammadiyah 1912
Muhammadiyah
seperti H.I.S. met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama
pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun
sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan
sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah
pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran
pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa
semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW.
Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang
berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan
tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran
ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Di bidang
organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus
untuk kaum Lihat Daftar Tokoh Perempuan
wanita.
Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah
ini, karena menyadari pentingnya peranan kaum Lihat Daftar Tokoh Perempuan
wanita dalam hidup
dan perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria.
Sementara untuk
pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu - sekarang dikenal dengan
nama Pramuka - dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda
diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan
bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip
Pramuka sekarang.
Pembentukan Hizbul
Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para pemuda yang merupakan
bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian kader-kader
terpercaya, sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot
melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan
keadaan dan kemajuan zaman.
Karena semua
pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak menyimpang dari tradisi yang ada
saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya dipandang aneh. Sang
Kiai sering diteror seperti diancam bunuh, rumahnya dilempari batu dan kotoran
binatang. Ketika mengadakan dakwah di Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh
dan dituduh sebagai kiai palsu. Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau
menyadari bahwa melakukan suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah
menimbulkan gejolak dan mempunyai risiko. Dengan penuh kesabaran, masyarakat
perlahan-lahan menerima perubaban yang diajarkannya.
Tujuan mulia
terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya. Segala tindak perbuatan, langkah
dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu
adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang
lebih tinggi. Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi bangsa
Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda
yang tertarik dengan metoda yang dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka
banyak yang menjadi anggota Muhammadiyah. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah
kemudian menjadi salah satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Melihat metoda
pembaruan KH Pendiri Muhammadiyah 1912
Ahmad Dahlan ini,
beliaulah ulama Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam di
Indonesia yang melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan um'mat, tidak
dengan pesantren dan tidak dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi.
Sebab selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren
seperti halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau juga
konon belum pernah mengarang sesuatu kitab atau buku agama.
Muhammadiyah
sebagai organisasi tempat beramal dan melaksanakan ide-ide pembaruan Kiai
Dahlan ini sangat menarik perhatian para pengamat perkembangan Islam dunia
ketika itu. Para sarjana dan pengarang dari Timur maupun Barat sangat
memfokuskan perhatian pada Muhammadiyah. Nama Kiai Haji Akhmad Dahlan pun
semakin tersohor di dunia.
Dalam kancah
perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, peranan dan sumbangan beliau
sangatlah besar. Kiai Dahlan dengan segala ide-ide pembaruan yang diajarkannya
merupakan saham yang sangat besar bagi Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20.
KH Akhmad Dahlan
lahir 1 Agustus 1868 di Kauman, Yogyakarta. Beliau bernama kecil Muhammad
Darwis. Merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara putra K.H. Abu Bakar bin
Kiai Sulaiman, seorang khatib di Masjid Sultan. Ibunya bernama Siti Aminah,
putri dari Haji Ibrahim, seorang penghulu kesultanan.
Kiai Dahlan
menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni KH. Muhammad Shaleh di
bidang ilmu fikih; dari KH. Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa);
dari KH. Raden Dahlan di bidang ilmu falak (astronomi); dari Kiai Mahfud dan
Syekh KH. Ayyat di bidang ilmu hadis; dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di
bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan dan
racun binatang.
Ketika dalam
pencarian ilmu, Kiai Dahlan pernah sekamar dengan KH.Hasyim Asy'ari, ulama
besar pendiri Pendiri Nahdlatul Ulama 1926
Nahdlatul Ulama.
Pengalaman sekamar tersebut terjadi selagi belajar kepada KH. Sholeh Darat di
Semarang. KH. Sholeh Darat, juga merupakan guru dari salah seorang Lihat Daftar
Pahlawan Nasional
pahlawan Nasional
Indonesia yakni Raden Ajeng Mendirikan sekolah wanita di Jepara dan Rembang
Kartini.
Dalam sejarah,
beliau tercatat dua kali berangkat ke tanah suci, Mekkah, untuk menunaikan
rukun Islam yang kelima, sekaligus menuntut ilmu agama. Masih di usia 21 tahun,
Kiai Dahlan sudah berangkat ke Mekkah. Selama setahun beliau belajar di Mekkah.
Salah seorang gurunya di sana adalah Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi, ulama
asal Padang yang menjadi Imam Masjidil Haram ketika itu.
Syekh Ahmad Khatib
Al Minangkabawi ini juga merupakan guru dari beberapa ulama besar di tanah air
di antaranya, KH. Hasyim Asy'ari, pendiri NU ; Haji Abdul Karim Amrullah -
ayahanda dari Ulama, Politisi dan Sastrawan Besar
Buya Hamka ; Syekh
Muhammad Djamil Djambek, keduanya pendiri gerakan Kaoem Moeda di Sumatra Barat;
dan Haji Anggota PPPKI, DPA dan Menlu RI
Agus Salim, Wakil
Ketua Syarikat Islam dan Pembina Jong Islamieten Bond.
Dari Syekh Ahmad
Khatib Al Minangkabawi ini pulalah Kiai Dahlan berkenalan dengan pemikiran trio
reformis Sayid Jamaluddin Al Afghani-Syekh Muhammad Abduh-Syekh Muhammad Rasyid
Ridha.
Pada tahun 1909,
Kyai Dahlan masuk Boedi Oetomo. Kemudian mendirikan Muhammadiyah pada 18
November 1912. Beliau memimpin Muhammadiyah sampai tahun 1923 kemudian
digantikan oleh KH. Ibrahim.
Pada usia 66 tahun,
tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di
Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta.
Atas jasa-jasa
Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar
kehormatan sebagai Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan
Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Lihat
Daftar Presiden Republik Indonesia
Presiden RI No.657
Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961. e-ti
© ENSIKONESIA -
ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
Sumber:
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/655-bapak-muhammadiyah
Copyright ©
tokohindonesia.com
0 komentar:
Posting Komentar