“BIARLAH. Bebankan hal-hal yang berat dalam pemeriksaan tentara
Jepang kepadaku. Jika terpaksa, boleh disebut nama kawanmu yang
benar-benar sudah syahid (gugur dalam pertempuran).” (Kiai Haji Zainal
Mustafa)
Benar saja. Dalam sebuah pemeriksaan yang
ketat, untuk meringankan penderitaan orang lain dan atas kemauannya
sendiri, segala tuduhan berat harus dipikul. Padahal proses pemeriksaan
itu berjalan selama tiga bulan disertai dengan penyiksaan dan hinaan
keji. Itulah salah satu ucapan, dan bentuk pengalaman – pengorbanan – berat yang pernah dilakoni Kiai Haji Zainal Mustafa, Sukamanah, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat.
******************
Suatu ketika, semua alim ulama Singaparna harus berkumpul di alun-alun dan semua diwajibkan menghormat (seikerei) ke arah Tokyo. Di bawah todongan senjata, semua ulama terpaksa melakukan perintah itu, hanya K.H. Zaenal Mustofa yang tetap membangkang. Bahkan, ia berkata kepada Kiai Rukhiyat
yang hadir pada waktu itu bahwa perbuatan tersebut musyrik. Kepada para
santri dan pengikutnya, ia juga mengatakan, lebih baik mati ketimbang
menuruti perintah Jepang.
Tindakan pemerintah pendudukan Jepang
yang juga sangat memberatkan rakyat adalah, penerapan politik beras atau
kewajiban menyerahkan beras kepada Jepang yang sangat merugikan rakyat.
Rakyat kelaparan. Bahkan banyak yang menderita busung lapar. Selain
itu, banyak kaum wanita ditipu. Mereka dijanjikan akan disekolahkan di
Tokyo sehingga banyak yang mendaftarkan diri, ternyata mereka dikirim ke
daerah-daerah pertempuran seperti Birma dan Malaya dan dijadikan
sebagai wanita penghibur tentara-tentara Jepang (jugun ianfu).
Akhirnya, K.H. Zaenal Mustofa memutuskan
untuk melakukan perlawanan terbuka terhadap kekejaman fasisme Jepang.
Bersama para santrinya ia merencanakan suatu gerakan yang akan dilakukan
pada tanggal 25 Februari 1944 (1 Maulud 1363 H). Mula-mula ia akan
menculik para pembesar Jepang di Tasikmalaya, kemudian melakukan
sabotase, memutuskan kawat-kawat telefon sehingga militer Jepang tidak
dapat berkomunikasi, dan terakhir, membebaskan tahanan-tahanan politik.
Untuk melaksanakan rencana ini, K.H.
Zaenal Mustofa meminta para santrinya mempersiapkan persenjataan berupa
bambu runcing dan golok yang terbuat dari bambu, serta berlatih pencak
silat. Kiai juga memberikan latihan spiritual (tarekat) seperti
mengurangi makan, tidur, dan membaca wirid-wirid untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
Persiapan para santri ini tercium Jepang.
Segera mereka mengirim camat Singaparna disertai 11 orang staf dan
dikawal oleh beberapa anggota polisi untuk melakukan penangkapan. Usaha
ini tidak berhasil. Mereka malah ditahan di rumah K.H. Zaenal Mustofa.
Keesokan harinya, pukul 8 pagi tanggal 25 Februari 1944, mereka
dilepaskan.
Tiba-tiba, sekitar pukul 13.00, datang
empat orang opsir Jepang meminta agar K.H. Zaenal Mustofa menghadap
pemerintah Jepang di Tasikmalaya. Perintah tersebut ditolak tegas
sehingga terjadilah keributan. Hasilnya, keempat opsir itu tewas dan
salah seorang santri yang bernama Nur menjadi korban, karena terkena
tembakan salah seorang opsir Jepang tersebut. Setelah kejadian tersebut,
sore harinya sekitar pukul 16.00 datang beberapa buah truk mendekati
garis depan pertahanan Sukamanah. Suara takbir mulai terdengar, pasukan
Sukamanah sangat terkejut, setelah tampak dengan jelas bahwa yang
berhadapan dengan mereka adalah bangsa sendiri. Rupanya Jepang telah
mempergunakan taktik adu domba.
Terjadi sebuah peristiwa heroik. Ratusan
santri terlibat dalam pertempuran dan perkelahian jarak dekat. Namun,
dua kekuatan itu jelas tidak seimbang. Senapan mesin, pistol, dan granat
pasukan Jepang (meskipun personelnya adalah bangsa kita juga)
berhadapan dengan pasukan K.H. Zaenal Mustofa yang hanya bersenjatakan
bambu runcing, pedang bambu, dan batu. Hanya dalam waktu sekitar satu
setengah jam saja, pertempuran itu berakhir tragis.
Para santri yang gugur dalam pertempuran
berjumlah 86 orang. Meninggal di Singaparna karena disiksa sebanyak 4
orang. Meninggal di penjara Tasikmalaya karena disiksa sebanyak 2 orang.
Hilang tak tentu rimbanya (kemungkinan besar dibunuh tentara Jepang),
termasuk K.H. Zaenal Mustofa, sebanyak 23 orang. Meninggal di Penjara
Sukamiskin Bandung sebanyak 38 orang, dan yang mengalami cacat
(kehilangan mata atau ingatan) sebanyak 10 orang. Para santri ini tidak
memiliki apa-apa untuk memperjuangkan kemerdekaan negeri ini, kecuali
darah, kerja keras, air mata, dan keringat.
Perlu dijelaskan pula bahwa sehari
setelah peristiwa itu, antara 700-900 orang ditangkap dan dimasukkan ke
dalam penjara di Tasikmalaya. Yang sangat penting adalah instruksi
rahasia dari K.H. Zaenal Mustofa kepada para santri dan seluruh
pengikutnya yang ditahan, yaitu agar tidak mengaku terlibat dalam
pertempuran melawan Jepang, termasuk dalam kematian para opsir Jepang,
dan pertanggungjawaban tentang pemberontakan Sukamanah dipikul
sepenuhnya oleh K.H. Zaenal Mustofa.
Akibatnya memang berat. Sebanyak 23 orang
yang dianggap bersalah, termasuk K.H. Zaenal Mustofa, dibawa ke Jakarta
untuk diadili. Namun mereka hilang tak tentu rimbanya. Kemungkinan
besar mereka dibunuh. Korban lainnya, seperti telah disebutkan di atas
dan sekitar 600-an orang dilepas, karena dianggap tidak terlibat.
****************
DENGAN membaca kisah ringkas perlawanan
para santri dari Pesantren Sukamanah pimpinan K.H. Zaenal Mustofa di
atas, setidaknya kita bisa melakukan refleksi sejenak. Sesungguhnya para
pahlawan itu adalah mereka yang berjuang tanpa pamrih, siap berkorban
dengan nyawanya sekali pun. Tentu saja, mereka tidak pernah terpikir
untuk mendapat gelar pahlawan nasional. Masih banyak peristiwa heroik
dari para pahlawan kita dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan negeri
ini.
Sementara itu, kita, anak cucunya tinggal
enaknya menerima warisan. Sebuah negara yang sudah merdeka. Masalahnya
adalah, apakah pengorbanan mereka, keikhlasan mereka, harus dikorbankan
oleh kita, dengan cara menggerogoti negeri ini perlahan-lahan, dengan
segala kerakusan dan keserakahan hingga hancur sehancur-hancurnya.
Marilah kita sadar sebelum semuanya terlambat….
- Nina Herlina Lubis (Guru Besar Ilmu Sejarah Unpad, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat, dan Ketua Pusat Kebudayaan Sunda Fak. Sastra Unpad), Koran Pikiran Rakyat, Februari 2008.
- http://yayasansaifuddinzuhri.blogspot.com/2009/06/kh-zainal-mustafa-1907-1944.html
- http://wikimapia.org/10283282/id/Taman-Makam-Pahlawan-Nasional-KH-Zaenal-Musthafa-Sukamanah
- Ensiklopedi Sunda, 2000
0 komentar:
Posting Komentar